Balikpapan, 12 Agustus 2025 – Rembuk Pemuda Kalimantan Timur menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “IKN dan Masa Depan Ketahanan Pangan Nasional” di Swiss-Belinn Balikpapan. Diskusi ini bertujuan untuk menggali tantangan dan solusi terkait pengembangan Ibu Kota Negara (IKN) baru sambil menjamin ketahanan pangan di Kalimantan Timur. Acara ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, mulai dari akademisi, politisi, aktivis lingkungan, hingga komunitas pemuda serta perwakilan sektor pariwisata.
Pernyataan Narasumber:
H. Adnan Fardihan, S.E., Wakil Ketua DPD Pemuda Tani Kalimantan Timur dan Anggota DPRD Samarinda, membuka diskusi dengan menegaskan bahwa ketersediaan pangan di Kalimantan Timur (Kaltim) selama ini masih defisit. Ia menjelaskan bahwa meskipun ekonomi daerah menunjukkan pertumbuhan positif, hal tersebut belum sepenuhnya merefleksikan kemajuan pada sektor pangan. Menurutnya, dukungan yang nyata dan berkesinambungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian secara signifikan. Ia juga turut membicarakan pentingnya keberlanjutan pembangunan IKN, dengan catatan bahwa upaya tersebut mestinya tidak mengorbankan kebutuhan dasar masyarakat, terutama di bidang pangan. Adnan menantang para milenial dan pemuda Kaltim untuk berperan aktif sebagai agen perubahan, serta menjadi bagian solusi dalam memastikan ketahanan pangan melalui inovasi pertanian maupun kewirausahaan pangan.
Mangara Maindando Gultom, S.H., M.H., seorang akademisi dari Universitas Balikpapan, memberikan perspektif akademis yang menguak data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait ketahanan pangan. Ia mendapati fakta mengejutkan bahwa luas lahan padi hanya sekitar 23 hektare, bahkan lebih kecil dari lahan ubi kayu. Kondisi ini menandakan perlunya pengkajian ulang pola pengelolaan lahan karena padi sebagai bahan pangan pokok masih sangat terbatas. Mangara secara kritis membahas UU Cipta Kerja (Ciptaker), yang menurutnya membawa dinamika sentralisasi dalam pengelolaan pangan. Ia mempertanyakan apakah pemerintah pusat benar-benar memahami kebutuhan dan potensi daerah ketika kebijakan sering kali disusun secara top-down. Lebih jauh, Mangara mengkritisi kelemahan dalam pelaksanaan pengawasan, di mana sanksi hanya dikenakan kepada pelaku usaha namun kurang menyentuh sebagian pengawas yang bertugas. Terkait isu IKN, Mangara menggarisbawahi dampak ekologis yang sudah terjadi, termasuk penebangan hutan yang masif. Ia menegaskan bahwa IKN mestinya memperhatikan aspek etika lingkungan (ethics of right) serta berkomitmen menjaga hak ulayat masyarakat adat yang terdampak.
Mohammad Taufik, dari Green Leaders Indonesia dan seorang Environmental Law Consultant, menyoroti aspek lingkungan dan komitmen Indonesia pada kancah internasional. Ia mengingatkan bahwa Indonesia telah meratifikasi sejumlah perjanjian internasional untuk menurunkan emisi karbon, seperti Paris Agreement. Dalam konteks ini, ia juga menyoroti target Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia. Taufik menyayangkan bahwa di sisi lain, Kalimantan Timur mengalami deforestasi tertinggi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, yang berpotensi menggagalkan target-target tersebut. Ia mempertanyakan apakah kebijakan pemerintah sudah sinergis dan konsisten dengan komitmen internasional serta kebutuhan mendesak ketahanan pangan. Menurutnya, degradasi lingkungan di Kaltim adalah “warisan paling buruk” yang harus diperbaiki dengan strategi yang inklusif dan berkelanjutan. Taufik mengajak seluruh komponen masyarakat, terutama pemerintah dan generasi muda, untuk serius menanggapi isu lingkungan agar pembangunan IKN tidak berakhir dengan kerusakan ekologis yang lebih parah.
Diskusi ini menyimpulkan bahwa pembangunan IKN di Kalimantan Timur harus berjalan selaras dengan upaya memperkuat ketahanan pangan dan menjaga lingkungan hidup. Kolaborasi lintas sektor, inovasi pertanian yang melibatkan pemuda, dan peran strategis pariwisata dalam promosi pangan lokal dianggap sebagai kunci untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur. FGD ini diharapkan tidak hanya menjadi forum dialog, tetapi juga pendorong semangat kolaborasi multi-pihak.









